Ketika melewati sebuah daerah A, Lukmanul Hakim menunggang keledai, sementara anaknya berjalan sambil memegang tali kendali (sejenis tambang) keledai tersebut. sayup-sayup beliau mendegar di sepanjang jalan yang dilalui, orang-orang itu berbisk dan berkata : “ Enak betul ya….,ayahnya di atas kendaraan sementara anaknya berjalan sambil mamegang kendali…Ayah macam apa itu ? ”.
Kemudian ketika melewati sebuah daerah B, merekapun berubah posisi, sang anak gantian yang menaiki keledai sementara Lukmanul Hakim turun dan berjalan sambil memegang tali kendali keledai tersebut . Lagi-lagi Orang-orangpun bergunjing : “ Enak betul ya..,Anaknya di atas kendaraan sementara Ayahnya berjalan sambil mamegang kendali…Anak macam apa itu, kaya gak tau sopan santun saja ”.
Kemudian ketika melewati sebuah daerah C, mereka berubah posisi lagi, mereka berdua (luqmanunul hakim dan anaknya) naik bersama-sama di atas keledai tersebut, namun Orang-orang pun berkata :“ Anak dan ayah macam apa itu ? keledai kecil kok ditumpangi berdua…..kaya tidak punya perasaan saja ”.
Setelah itu kemudian melewati daerah D, merekapun berubah posisi lagi, yaitu mereka berdua berjalan kaki,keledainya berjalan di belakang.dan mereka hanya memegang tambang kendali dari depan, Orang-orang pun berkata : “ masya Allah…itu anak dan ayah kaya gak punya pikiran saja, masa mereka berjalan..sementara keledai gak di tumpangi….kan mubadzir ”.
# Dari sepenggal kisah tadi banyak hikmah yang dapat kita ambil bahwasannya proses kehidupan kita tak akan lepas dari adanya pandangan dan penilain dari orang-orang, yang berbeda-beda. Oleh karena itu, kebenaran bukan ada pada penilaian orang lain tetapi keyakinan yang sesuai dengan perintah dan larangan tuhan melalui agama,,Yang kedua Dalam menilai orang lain hendaknya tidak mudah mejustifikasi seseorang tetapi identifikasi masalah lebih dahulu. Wallohu a'alam bisshowaf
No comments:
Post a Comment