MENJAGA NETRALITAS POLITIK DAN PROFESIONALISME PNS oleh EDWIN
Politik adalah satu kata yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia karena dengan politik manusia dapat memenuhi berbagai ambisi hidupnya .Seperti pengakuan akan eksistensinya ,pengakuan akan kehormatan dan harga dirinya yang termasuk didalamnya adalah mendapatkan kedudukan dan jabatan dimasyarakat serta tidak kalah pentingnya yaitu adanya peningkatan kesejahteraan secara financial.
Demikian hal-nya dengan sosok Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga merupakan bagian dari anggota masyarakat.Sudah sepantasnya jika PNS ingin menjadi panutan dan ditokoh-kan oleh masyarakat social di lingkungannya.Disamping itu PNS sebagai figur pemimpin didalam keluarga sangat manusiawi jika ingin meningkatkan kesejahteraan keluarganya.Dari realitas diatas maka kue politik merupakan obyek menarik minat para PNS, baik untuk meningkat jenjang dan karier di birokrasi maupun hanya untuk mendulang pundi-pundi financial.
Tetapi PNS harus ingat bahwa sebagai aparatur Negara dan abdi masyarakat ada beberapa aturan yang legal formal mengikatnya yaitu 1). PP No.37 tahun 2004 tentang larangan PNS menjadi anggota partai politik. 2). Pasal 66 PP No. 6 tahun 2005 bahwa pasangan calon dilarang melibatkan PNS. 3).Surat Edaran Menpan No. SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas PNS butir A. Bagi PNS yang menjadi calon kepala atau wakil kepala daerah : 1. Wajib membuat surat pernyataan mengundurkan diri jabatan negeri pada jabatan structural atau fungsional yang disampaikan kepada atasan langsung. 2. Dilarang menggunakan anggaran pemerintah dan /atau pemerintah daerah. 3. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. 4. Dilarang melibatkan PNS lainnya untuk memberi dukungan dalam kampanye. Butir B. Bagi PNS yang bukan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah : 1. Dilarang terlibat dalam kampanye untuk untuk mendukung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah . 2. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam kegiatan kampanye. 3. Dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Ketentuan diatas sangat jelas bahwa tidak ada larangan bagi PNS untuk melek politik dan berbicara masalah politik, karena disini PNS masih memiliki hak politik yaitu ikut memilih calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Maka sangat wajar jika seorang PNS memberi pendidikan politik yang benar kepada masyarakat atau berbicara tentang criteria calon kepala daerah dan wakil kepala daerah .Sedangkan yang dilarang bagi PNS adalah terlibat politk praktis dalam pemilihan kepala daerah .
Keterlibatan PNS dalam politik praktis pemilihan kepala daerah memang menjadi biang kekisruhan birokrasi kita selama ini. Sebut saja pengisian jabatan structural dipemerintahan daerah yang diisi oleh para PNS yang ikut tim sukses sebagai imbalanya ,dengan menabrak beberapa aturan kepegawaian yang ada.Ini akan menciptakan ( disamping itu indikasi suap juga ikut menjadi andil ) iklim buruk dalam jenjang karier PNS, karena jenjang karier seorang PNS telah diatur dalam : 1. UU NO.43 Tahun 1999 bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi,prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin ,suku,agama,ras atau golongan . 2. Penjelasan atas UU No.43 tahun 1999 bahwa pengangkatan PNS dalam jabatan structural atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk berkompetisi bagi semua PNS untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat . 3.PP No. 13 Tahun tahun 2002 pasal 5 bahwa persyaratan untuk diangkat dalam jabatan structural adalah : a. berstatus PNS. b. Serendah – rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan. c. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. d. semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang- kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. e. memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. f. sehat jasmani dan rohani. Dan pasal 6 . Pejabat Pembina Kepegawaian pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan factor senioritas dalam kepangkatan,usia,pendidikan dan pelatihan jabatan dan pengalaman yang dimiliki.
No comments:
Post a Comment